HOME, Keluarga

Mengenal Perbedaan Varian Baru Covid-19

Mengenal Perbedaan Varian Baru Covid-19

MOMSMONEY.ID - JAKARTA. Data di Kementerian Kesehatan sampai 13 Juni 2021 menunjukkan sudah ada 107 kasus varian Delta (B.1.617.2) di Indonesia.

Sementara varian Alpha (B.1.1.1.7) 36 kasus dan varian Beta 5 kasus. Jadi memang varian Delta mendominasi variant of concern (VOC) yang dilaporkan di negara kita.

Ledakan kasus Covid-19 di Indonesia terjadi pasca libur Lebaran. Infeksi virus corona varian Delta dari India turut menyumbang ledakan penambahan harian kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Ledakan kasus Covid-19 di berbagai daerah, yang antara lain dipicu varian  Delta perlu di respons secara komprehensif. Varian baru virus corona ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat.

Apa yang menyebabkan virus tersebut bermutasi? Apakah varian baru ini lebih berbahaya dari sebelumnya? Dan, apakah vaksin tetap bisa diandalkan untuk mencegah varian baru virus corona ini?

Dokter Mulyadi Tedjaprana dari Direktur Medizone Healthcare menjelaskan, mutasi pada virus, termasuk virus corona yang menyebabkan pandemi Covid-19, bukan hal baru atau tidak terduga.

Semua virus RNA bermutasi seiring waktu. Hal ini mirip dengan virus flu yang sering mengalami perubahan struktur genetik. Itulah sebabnya, dokter menyarankan setiap orang mendapatkan vaksin flu baru setiap tahunnya. 

Misalnya, ada satu versi mutasi dari virus corona terdeteksi di tenggara Inggris pada September 2020. Varian itu sekarang dikenal sebagai B.1.1.7, dengan cepat menjadi versi paling umum dari infeksi virus corona yang menyerang di Inggris.

Hal ini terhitung sekitar 60% dari kasus Covid-19 baru pada bulan Desember 2020. Varian lain juga muncul di Afrika Selatan, Brasil, California, dan daerah lain. 

Peristiwa mutasi virus corona membuat sifat dan karakteristiknya berbeda dari virus induk atau virus awal. Ada yang lebih cepat menular, ada yang memiliki tingkat keganasan lebih lemah dan sebagainya.

Misalnya, strain virus baru corona yang ditemukan di Inggris, Jepang, Afrika Selatan, dan Brasil. Varian baru ini terjadi bisa terjadi di mana saja, termasuk di Indonesia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan varian virus baru ini 50% hingga 70% lebih menular daripada aslinya. WHO menyebutkan, varian baru virus corona di Inggris sudah terdeteksi di 60 negara.  

Sementara meningkatnya kasus Covid-19 di India belakangan ini disebabkan virus corona varian baru lainnya, yaitu B.1.617.

Virus ini bahkan telah menyebabkan penambahan lebih dari 300.000 kasus per harinya yang tentunya menjadi rekor tertinggi di dunia. Padahal, beberapa bulan lalu India telah dinyatakan hampir berhasil  mengatasi pandemi ini dengan adanya pemberian vaksin.

Disebutkan jika virus corona B.1.617 ini juga telah menghilangkan nyawa ribuan orang, hingga menyebabkan sektor kesehatan di negara tersebut benar-benar terancam.

Selain itu, dikabarkan jika varian baru ini telah terdeteksi di Indonesia yang dibawa oleh 10 orang India yang masuk ke sini (26/4).

Lalu, apa saja yang harus diketahui tentang virus corona jenis B.1.617 ini?

Virus memang dapat bermutasi sepanjang waktu dan menghasilkan varian yang terbaru dan berbeda. Sebagian besar mutasi yang terjadi mungkin tidak berbahaya, tetapi bisa jadi lebih membahayakan.

Pada virus corona varian B.1.617 sudah termasuk mutasi yang membahayakan dan pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020 silam.

Beberapa varian telah bermutasi mesti mendapatkan perhatian lebih karena berpotensi untuk:

•             Lebih mudah untuk ditularkan dibandingkan dengan jenis (strain) aslinya.

•             Menghasilkan efek samping atau dampak yang lebih parah dibandingkan virus aslinya.

•             Dapat meloloskan diri dari kekebalan, seperti vaksin atau sistem imun yang terbentuk dari infeksi Covid-19 sebelumnya.

Apabila semua bukti tersebut terjadi, bahkan lebih dari satu poin yang telah disebutkan, maka varian ini sudah harus mendapatkan perhatian khusus karena dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.

Maka dari itu, varian baru yang berasal dari India ini harus benar-benar dihentikan sejak awal sebelum masuk dan menyebar jauh di Indonesia.

Varian B.1.617 lebih menular

Dipercaya jika varian baru ini dapat lebih mudah menyebar dibandingkan jenis aslinya. Hal ini disebabkan mutasi yang terkandung di dalamnya, yaitu L452R, yang memengaruhi lonjakan pada protein virus.

Protein ini disebut-sebut dapat memudahkan virus corona untuk masuk lebih dalam dan menimbulkan dampak buruk.

Mutasi L452R dapat mengubah lonjakan protein yang berinteraksi langsung dengan ACE2, molekul di permukaan sel yang diikat oleh virus untuk masuk ke dalam. 

Mutasi dari protein ini memungkinkan virus untuk mengikat sel dengan lebih stabil. Selain itu, mutasi lainnya adalah E484Q yang juga mampu membuat infeksi lebih mudah terjadi. 

Maka dari itu, varian baru ini disebut dengan mutasi ganda. Lalu, apakah Covid-19 jenis baru ini lebih berbahaya?

Sampai sejauh ini, penelitian terhadap virus corona B.1.617 masih terus dilakukan. Disebutkan jika tidak ditemukan infeksi yang lebih parah atau viral load, yang lebih tinggi pada varian baru ini.

Namun, hal yang harus menjadi perhatian adalah kemanjuran vaksin terhadap B.1.617. Sebagian besar vaksin dikembangkan untuk melawan virus corona dengan menargetkan protein lonjakan.

Umumnya, protein dari virus berada di permukaan luar, ini yang akan dideteksi oleh sistem kekebalan selama infeksi dan menghasilkan antibodi yang efektif untuk melawan.

Apabila mutasi yang terjadi telah mengubah bentuk protein lonjakan, maka antibodi yang dihasilkan mungkin menjadi kurang efektif.

Data-data WHO terkini

Data World Health Organization (WHO) per 8 Juni 2021 menyampaikan aspek- aspek yang terkini tentang varian Delta.

Pertama, varian Delta memang terbukti meningkatkan penularan. Di Inggris dilaporkan ada 42.323 kasus varian Delta , naik 70% dari minggu sebelumnya, atau naik 29.892 kasus hanya dalam waktu satu minggu saja.

Juga, “Public Health England (PHE)” melaporkan bahwa varian Delta ternyata 60% lebih mudah menular dari pada varian Alpha. Juga waktu penggandaannya (doubling time) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari.

Kedua, tentang “secondary attack rates” , data terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa “secondary attack rates” varian Delta lebih tinggi daripada Alpha.

“Secondary attack rate” varian Delta adalah 2,6% dan yang varian Alpha sebesar 1,6% pada mereka yang ada riwayat bepergian, serta 8,2% pada varian Delta dan 12,4% pada varian Alpha pada kontak kasus yang tidak riwayat bepergian.

Ketiga, tentang dampaknya membuat penyakit menjadi lebih berat dan parah, dan atau menyebabkan kematian.

Data yang dikumpulkan WHO sampai 8 Juni 2021 menunjukkan hal ini masih belum terkonfirmasi (not confirmed), tapi memang ada laporan peningkatan harus masuk rawat inap di rumah sakit.

Di sisi lain, memang ada beberapa laporan yang membahas tentang kemungkinan lebih beratnya penyakit yang ditimbulkan varian Delta.

Keempat, dampak varian Delta terhadap kemungkinan terinfeksi ulang sesudah sembuh, memang ada laporan bahwa pada varian Delta terjadi penurunan aktivitas netralisasi.

Kelima, aspek terhadap diagnosis, sejauh ini belum ada laporan ilmiah yang sahih tentang dampak varian Delta terhadap pemeriksaan Covid-19 dengan RT PCR dan atau rapid antigen.

Keenam, dampak varian Delta terhadap efikasi vaksin,yang data hasil penelitiannya masih terus mengalir dari waktu ke waktu.

Laporan awal dari Inggris menunjukkan ada sedikit penurunan efektifitas vaksin Pfizer BioNTech dan AstraZeneca terhadap varian Delta dibandingkan dengan varian Alpha.

Mulyadi menambahkan, penelitian lain yang dipublikasi di Jurnal Internasional bernama Lancet menemukan adanya penurunan netralisasi pada varian Delta yang diberi vaksin Pfizer, lebih tinggi dari penurunan netralisasi pada varian Alpha dan Beta.

Dari berbagai data yang ada maka secara umum pemberian vaksin Pfizer dan AstraZeneca dua kali masih dapat melindungi terhadap varian Delta, tetapi memang harus dua kali dan jangan hanya satu kali.

Baca Juga: Ini lima hal tentang Varian Delta yang mendominasi infeksi virus corona

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News